Rabu, Agustus 06, 2008

Hidup (Part I)

HAri ini adalah renungan atas kehidupan kita kemarin... Itulah kenapa aku suka untuk merenung... Kita bisa mengintrospeksi atas perjalanan yang kita hadapi kemarin...
Kesalahan yang telah lalu, berharap tak terulang tuk hari ini dan esok hari...
Bermuhasabah dihari-hari kita, merupakan cara untuk mematangkan persepsi kita terhadap hari esok yang tak nyata...

HAri kemarin memberikan kesan yang mendalam bagi pelaksana kehidupan (dirikita.red).

Hari ini membawa kita pada perenungan akan hari kemarin, dan seterusnya... Apa yang kita lakukan berharap tak terulang yang buruknya, dan berjalan pada posisi yang sebenarnya (baik.red)...

Hidup hanya sekali
buatlah yang berarti
habis itu mati
kira-kira seperti itulah untaian kalimat bijak dari seorang Cheguevara...

Tugas kita adalah, tanya diri kita, apa yang bisa kita lakukan untuk diri kita? apakah hanya diam, dengar dan dengkur (tidur.red) saja?

Thankyu for attention...

To be continued...

(nophal_meo_L'Arc-en-Ciel)

Selasa, Juli 29, 2008

MahaSisWa = PrObLEm SoLVeR bUKan TRouBle MaKer (Part I)

Beberapa tahun belakangan ini merupakan masa-masa yang krisis bagi bangsa Indonesia. Dari berbagai kejadian dan peristiwa yangterjadi di negara kita ini menggambarkan bahwa betapa masyarakat dan bangsa kita tengah diberikan berbagai cobaan yang sangat berat. Dan dihadapkan dengan berbagai problema sosial yang mencakup semua sektor kehidupan, yang akan membawa bangsa kita pada krisis multidimensi bangsa.

Cobaan demi cobaan datang silih berganti. Derita demi derita tak bosan-bosannya datang menyapa. Bencana demi bencana seakan antri mengunjungi kita. Petaka demi petaka timbul tenggelam di depan mata. Itulah rasanya gambaran yang sedang dihadapi oleh bangsa ini. Masalah yang satu belum selesai sudah datang masalah yang lain, persoalan yang satu belum dapat di atasi sudah menunggu persoalan yang lain. Huh sungguh sangat berat beban yang dihadapi oleh bangsa dan masyarakat Indonesia.

Belum lagi sirna duka bangsa dari bencana Lumpur Lapindo yang mengisahkan kepiluan dan duka bagi masyarakat setempat (Porong.red) dan juga keresahan bagi seluruh masyarakat Indonesia, kemudian datang lagi sederet bencana yang lain. Gempa Bumi, Banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran menimpa beberapa daerah di tanah air. Semua bencana itu tentunya selalu meminta korban baik nyawa maupun harta. Banyak orang seketika kehilangan rumah dan harta benda, kehilangan anggota keluarga dan menjadi cacat.

Cobaan yang dihadapi bangsa ini tak hanya datang berupa musibah bencana alam, tapi bencana dalam bentuk wabah penyakit tak ubahnya sebagai sebuah ancaman yang serius. Wabah demam berdarah dan flu burung hingga hari ini terus menjadi ancaman besar, setiap hari merenggut nyawa sejumlah penduduk. Kemudian busung lapar dan polio menjadi persoalan yang tidak pernah tuntasnya dan kembali lagi merenggut masa depan generasi kita. Sementara ancaman HIV/AIDS tidak bisa lagi dianggap main-main, penderita maupun korbannya dalam tahun terakhir ini menunjukkan angka yang fantastis.

Berbagai kecelakaan yang terjadi belakangan ini pada jalur transportasi darat, laut, maupun udara semakin memperpahit derita bangsa. Tabrakan kereta api, tabrakan maut di jalan tol, kapal yang tenggelam, dan kecelakaan pesawat terbang seringkali menghiasi media massa kita yang tentunya kesemuanya berakhir dengan luka dan duka yang dalam bagi keluarga, dan mengakibatkan kerugian baik moril maupun materil, khususnya bagi keluarga korban yang tertimpa musibah.

Sungguh ironis memang, ditengah gejolak bangsa kita yang semakin hari semakin tak terbendung. Dari gejolak politik, gejolak ekonomi, sosial dan sampai kebudayaan makin santer saja terjadi. Siapa yang patut disalahkan? Pemerintah, masyarakat, alim ulama, pejabat-pejabat, elit politik, artis, selebritis ataukah diri anda yang salah?

Kasus pembunuhan makin merajalela, dari pembunuhan bermotifkan dendam, keuangan, seks, sampai dengan hanya karena ketersinggungan sudah hamper tiap hari menjadi sorotan kita di media-media masa. Pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Very Idham Heniyansyah atau Ryan, merupakan yang paling menghebohkan. Ada juga pembunuhan seorang suami terhadap istrinya, karena tidak ingin diceraikan. Seperti inikah wajah bangsa Indonesia? Seperti inikah kondisi social masyarakat Indonesia?

Sangat jauh berbeda dengan dahulu, dimana ketentraman selalu ada, kedamaian masih bias kita rasakan tiap waktu, meskipun ada gejolak, itu adalah rangkaian dari proses kehidupan. Tapi yang terjadi kini sungguh sangat pedih dan sangat miris jika kita bayangkan.

Deretan derita masyarakat-pun semakin diperpanjang oleh kebijakan menaikan BBM yang berdampak melonjaknya harga barang kebutuhan pokok. Bayang-bayang kemiskinan semakin menyelimuti rakyat, PHK besar-besaran menambah angka pengangguran dimana-mana.

Yang menjadi korban dari berbagai problema tersebut adalah rakyat kecil, kehidupannya semakin terpuruk. Banyak diantara mereka yang mulai kehilangan harapan hidup untuk menatap masa depan, karena tidak lagi memiliki tempat tinggal, pekerjaan, hilangnya mata pencaharian, bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pun tidak menentu, tergantung pada sumbangan dan pemberian pihak lain.

Sementara disisi lain banyak terjadi drama yang memilukan di negeri ini. Sesama anak bangsa seperti telah kehilangan nurani sehingga begitu mudahnya untuk menyulut bentrokan dan tawuran. Sementara kalangan calon intelektual kita kehilangan akal sehat, melakukan tawuran di kampus sendiri. Kini budaya anarkis telah masuk di dunia kampus yang mestinya membudayakan idiologis dan rasionalitas.

Mengapa badai, bencana dan cobaan tersebut dengan secara bertubi-tubi datang menghantam negeri kita? Apakah peristiwa demi peristiwa tersebut adalah sekadar kejadian alam biasa yang tidak bisa dielakkan?

Yang jelas peristiwa demi peristiwa tersebut merupakan peringatan Allah bagi manusia yang tidak mempertimbangkan keseimbangan alam. Adapun bencana alam yang terjadi terkait dengan ulah segelintir manusia yang didasari atas ketamakan, keserakahan, dan ketidakperdulian manusia terhadap alam yang sesukanya menggali, menebang, merobohkan, membabat, meruntuhkan, membakar, mencemari, merusak, memusnahkan, dan melenyapkan kekayaan alam yang ada. Akibat perbuatan tersebut, keseimbangan alam terganggu, akhirnya terjadilah peristiwa alam yang menyebabkan malapetaka dan penderitaan yang seakan tak berhenti tersebut.

Sedangkan terkait dengan musibah-musibah lain yang secara silih berganti datang, baik berupa penyakit maupun kecelakaan adalah "teguran" Tuhan kepada makhlukNya yang semakin jauh dari jalan agama, semakin banyak yang bergelimang dosa, dan semakin larut dengan kesesatan.

Menyikapi segala macam cobaan yang datang silih berganti tersebut, kita diminta untuk lebih arif. Tak ada seorang pun yang kebal terhadap segala bencana. Biasakanlah untuk melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah peristiwa yang pada awalnya terlihat merugikan. Meski demikian, tidak semua orang dapat mengetahui maksud sebuah peristiwa yang dialaminya. Bagi orang yang menyerahkannya pada takdir Allah adalah menerima setiap kejadian apa pun dengan keinginan untuk mencari tahu bahwa pastilah ada kebaikan di dalamnya dan kemudian menerimanya dengan tawakal.

Menghadapi berbagai musibah yang menimpa kita ini, tidak ada jalan terbaik bagi kita kecuali meningkatkan ketabahan dan kesabaran, mempertebal keimanan dan ketakwaan, serta pasrah dan ikhlas dalam menghadapi setiap cobaan yang datang. Sebagai hamba, kita hanya mungkin mengadukan segala apa yang terjadi kepada Yang Kuasa dengan harapan segera datang keadilan dan Allah berkenan mengganti kesulitan dengan kemudahan, untuk mengganti penderitaan dengan kebahagiaan, mengganti dukacita menjadi sukacita, serta mengganti kegagalan dengan kejayaan. Tentunya berdoa dan mengadu saja kepada Allah tidak cukup, kita juga harus bekerja keras dan berbuat sekuat tenaga untuk terhindar dari segala persoalan.

Melihat kebaikan dalam segala hal bukan berarti mengabaikan kenyataan dari peristiwa tersebut dan berpura-pura bahwa hal itu tidak pernah terjadi. Sebaliknya, orang beriman bertanggung jawab untuk mengambil tidakan yang tepat dan mencoba semua cara yang dianggap perlu untuk memecahkan masalah.

Jadikan diri kita (mahasiswa.red) sebagai problem solver atau bagian dari solusi bukan trouble maker atau bagian dari masalah yang ada. Masalah yang ada di negeri ini, menjadikan bahan untuk perbaikan diri kita. Untuk ke luar berbagai cobaan yang melanda bangsa Indonesia maka syaratnya adalah harus beriman dan bertaqwa secara benar kepada Allah. Hal ini harus dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh rakyat dan terutama oleh para pemimpin negeri ini (legislatif dan eksekutif). Mari kita bangun rasa optimisme kita setiap waktu. Yakinlah Allah akan membantu kita.Allahu Akbar…

..Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya...
(Andrea Hirata. - Laskar Pelangi)

Hiduplah untuk menjadi problem solver, bukan untuk menjadi trouble maker…

(Pribadi Penulis)









*)Penulis : Maolana Naoval

Sabtu, Juli 26, 2008

Cinta dan Kehidupan

Photo : by AdminPosted by safruddin in Artikel Motivasi pada 30 Januari 2008

Plato bertanya akan cinta dan
kehidupan …

Suatu hari, Plato bertanya pada
gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana
saya menemukannya? Gurunya
menjawab, “Ada ladang gandum yang luas
didepan sana. Berjalanlah kamu dan
tanpa boleh mundur kembali, kemudian
ambillah satu saja ranting. Jika kamu
menemukan ranting yang kamu anggap
paling menakjubkan, artinya kamu telah
menemukan cinta” .

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa
lama, dia kembali dengan tangan
kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak
membawa satupun ranting?” Plato
menjawab, “Aku hanya boleh membawa
satu saja,dan saat berjalan tidak
boleh mundur kembali (berbalik)”.
Sebenarnya aku telah menemukan yang
paling menakjubkan, tapi aku tak tahu
apakah ada yang lebih menakjubkan lagi
di depan sana, jadi tak kuambil
ranting tersebut. Saat kumelanjutkan
berjalan lebih jauh lagi, baru
kusadari bahwa ranting-ranting yang
kutemukan kemudian tak sebagus ranting
yang tadi, jadi tak kuambil
sebatangpun pada akhirnya”

Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya
itulah cinta”

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi
pada gurunya,”Apa itu perkawinan?
Bagaiman a saya bisa menemukannya?”

Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang
subur didepan sana. Berjalanlah tanpa
boleh mundur kembali (menoleh) dan
kamu hanya boleh menebang satu pohon
saja. Dan tebanglah jika kamu
menemukan pohon yang paling tinggi,
karena artinya kamu telah menemukan
apa itu perkawinan”

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa
lama, dia kembali dengan membawa
pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon
yang segar/subur, dan tidak juga
terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa
saja.

Gurunya bertanya, “Mengapa kamu
memotong pohon yang seperti itu?”
Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan
pengalamanku sebelumnya, setelah
menjelajah hampir setengah hutan,
ternyata aku kembali dengan tangan
kosong. Jadi dikesempatan ini, aku
lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah
buruk-buruk amat, jadi kuputuskan
untuk menebangnya dan membawanya
kesini. Aku tidak mau menghilangkan
kesempatan untuk mendapatkannya”

Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya
itulah perkawinan”

NOTE
Cinta itu semakin dicari, maka semakin
tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam
lubuk hati, ketika dapat menahan
keinginan dan harapan yang lebih.
Ketika pengharapan dan keinginan yang
berlebih akan cinta, maka yang didapat
adalah kehampaan… tiada sesuatupun
yang didapat, dan tidak dapat
dimundurkan kembali. Waktu dan masa
tidak dapat diputar mundur. Terimalah
cinta apa adanya.

Pernikahan adalah kelanjutan dari
Cinta. Adalah proses mendapatkan
kesempatan, ketika kita mencari yang
terbaik diantara pilihan yang ada,
maka akan mengurangi kesempatan untuk
mendapatkannya, Ketika kesempurnaan
ingin kita dapatkan, maka sia-sialah
waktumu dalam mendapatkan pernikahan
itu, karena, sebenarnya kesempurnaan
itu hampa adanya.

Dari berbagai sumber

Sabtu, Juli 19, 2008

Belajar dari Keramik

Ketika kita mendengarkan suara jiwa kita dan bersatu padu bersama untuk menemukan bagian-bagian yang cocok dan saling mendukung antar sesama. Membentuk diri sendiri untuk mewujudkan visi yang tertanam dalam diri pribadi. Orang bijak mengatakan bahwa lalukanlah sesuatu dengan banyak berikhtiar dan berdoa serta tabah dan sabarlah, Proses yang membentuk watak dan tingkah kita, perbuatan yang kita lakukan harus tetap dijalani dengan proses, dan hanya penguasa jagadlah yang berhak menentukan hasil dari proses apapun di dunia ini.
Tidakkah kita menganalisa dalam-dalam mengenai proses yang terjadi pada pembuatan sebuah keramik yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Proses yang terjadi untuk menghasilkan keramik yang bernilai tinggi dan diminati oleh orang tidaklah seperti melihat buah mangga yang tiba-tiba jatuh dari pohonnya (atau proses cepat). Tetapi, untuk menjadi sebuah kerajinan yang baik, keramik melewati berbagai proses panjang dalam pembuatannya. Dimulai dari asal keramik tersebut yang berasal dari tanah liat yang kotor. Sebagai contoh lagi bahwa, Tanah liat apabila ditanami tanaman, maka dengan spontan tanaman itu akan mati. Tetapi itulah asal dari keramik, tanah liat.
Selanjutnya, setelah diambil dari tanah liat, kemudian tanah liat itu diinjak-injak (betapa sakitnya kalau manusia diinjak-injak), tetapi dengan sabar tanah liat itu mengikhlaskan dirinya untuk diinjak-injak demi hasil yang baik. Setelah itu, tanah liat yang sudah diinjak-injak itu, kemudian dipisahkan, mana yang terbaik dan hasilnya baik itu yang akan diproses selanjutnya. Setelah itu, tanah liat itu perlahan-lahan dibentuk oleh pengrajin, yakni dengan memutar-mutarnya diatas pembuat keramik. Kira-kira seperti apa wujud manusia kalau diputar-putar teus menerus, maka akan pusinglah manusia. Tetapi dengan tetap meyakini bahwa penderitaan yang dialami oleh tanah liat ini akan terbayar, maka tanah liat tetap sabar menunggu. Setelah terbentuk keramik yang diinginkan, ternyata tidak sampai disitu penderitaan si keramik. Karena ternyata setelah itu, tanah liat yang telah berbentuk akan DIBAKAR. Disinilah tanah liat diberikan cobaan yang sangat dahsyat untuk memperoleh hasil yang terbaik. Tetapi dengan kesabaran, maka tanah liat itu memproses dirinya. Setelah dibakar, barulah tanah liat bisa sedikit bersenang-senang , karena dia akan diberikan hiasan sesuai dengan keinginan pengrajin.
Setelah melalui proses yang panjang, keramik itu dipamerkan dan dipajang dipinggir jalan biar semua orang melihat dan berminat membelinya. Para pembeli keramik dengan semangat melihat dan memuji hasil karya dari pengrajin yng menghasilkan keramik yang bernilai baik. Tapi, apa yang dikatakan oleh Keramik ketika diberikan pujian oleh pembeli, "Kalian melihat aku sekarang dengan wujud yang terbaik, tidakkah kalian memperhatikan proses yang kulalui sebelum seperti ini. Aku diinjak-injak, diputar-putar, dibakar, bahkan sampai-sampai sebagian teman-temanku dipecahkan, karena tidak berhasil melewati proses ini. Ini adalah hasil yang diberikan kepadaku setelah berhasil melewati proses yang sangat panjang dan melelahkan".
Seperti itulah visi kita ke depan saat ini. Menjalani setiap proses kehidupan kita dengan berikhtiar dan berdoa, karena Tuhan yang hanya dapat berkehendak apapun terhadap makhluk-Nya. Jalani hidup ini dengan sabar, yakin, tawakkal, tawadhu dan refleksi terus diri atas yang telah tejadi dalam diri. Kehadiran teknologi saat ini, seharusnya mesti disikapi dengan pemikiran yang positif selalu. Kembangkan wawasan dalam diri kita masing-masing. Karena hidup yang abadi adalah setelah mati. Keep spirit, kembangkan kreatifitas, Ikhtiar diperkuat, dan hasil yang tentukan adalah Allah SWT.